Rabu, 12 Juni 2013

Rain in the Summertime






Juli merupakan awal musim panas.

Setiap tahun, periode itu berputar satu per satu, memberikan ciri khas dan warna. Musim hujan dengan suasana yang dingin, dan musim panas dengan terik matahari yang menyengat. Musim selalu berganti, dan saat perpindahan itu tentu ada perbedaan tersendiri. Meskipun datangnya tidak terduga, seperti itulah saat ini dengan hujan dan angin, namun dengan cahaya terik yang perlahan muncul.

Seorang wanita mendongakan kepalanya, tertengadah menatap langit dengan mata yang menyipit menembus kaca jendela disalah satu kursi di pojok café. Kelabu tengah berpesta, perlahan muncul menghapus warna biru pekat dan terik matahari yang rasanya baru sebentar tadi muncul.

Fenomena yang lazim terjadi bila pergantian musim hampir tiba. Ia menyukai waktu-waktu saat ini, saat awan kelabu perlahan datang, mengambil kuasa atas langit yang luas dan perlahan menutupi teriknya matahari pada siang hari. Awan yang tadinya cerah sesaat kemudian menurunkan hujan, titik-titik airnya membasahi bumi, memberi aroma khas yang meresap kedalam tanah.

Dan ia menyukainya.

Juli adalah panas.

Begitulah anggapannya, yang menyenangkan baginya adalah saat aroma hujan menyentuh tanah, terasa lembab dan basah namun juga menyenangkan. Air hujan terdengar bagai sebuah lagu baginya. Berada didalam suasana hujan yang dingin sendirian membuat perasaannya, bukannya tidak nyaman melainkan karena momen itu terlalu sayang untuk dilewatkan.

Ia hanya duduk memandang kaca disebelahnya dengan pandangan kosong, baginya ada bagian dari tubuhnya yang merasa sakit, karena juli adalah kenangan.

Kilasan masa lalu tergambar perlahan di pelupuk mata, berbayang, namun ia masih ingat persis meskipun sudah bertahun-tahun terlewati, ia tak pernah menghitung sudah berapa lama waktu terlewat setelah kejadian itu, karena baginya lebih baik tidak menghitung jika itu hanya akan membuatnya kembali tenggelam pada perasaan frustasi. Namun, yah entah kenapa tubuhnya, dan pikirannya masih teringat jelas.

5 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk melupakan kejadian itu, kejadian dimana saat ia masih duduk dibangku SMA dan ia harus memilih antara persahabatan dengan percintaannya. Saat itu sangatlah memalukan baginya, karena awal juli ia menyatakan cinta kepada cinta pertamanya yang sudah dipendamnya selama 6 tahun. 

Saat itu ia menyadari bahwa ada yang harus dia katakan. Dia tak bergitu yakin apa yang sebenarnya ia inginkan, namun yang ada dalam pikirannya hanyalah... menyatakan !

Menyatakan perasaannya yang sudah dipendam lama. Dia tak peduli lelaki itu menganggapnya wanita seperti apa, apa hanya sahabat yang tak berguna, atau hanya orang lewat yang tak pernah dianggap keberadaannya, atau bahkan manusia menjijikkan yang tak pantas untuk ditanggapi.

Namun wanita itu berkata dalam hati, baginya kalau tidak sekarang kapan lagi. Betapapun lelaki itu hanya menganggapnya sahabat baik, tapi perasaannya terhadap lelaki itu sudah tak terbendung lagi.

Meskipun akhirnya dia ditolak... ya ?

Ditolak !

Bahkan begitu sedikitnya kata-kata yang lelaki itu ucapkan sampai akhir, hanya empat kata, hanya ”Terima kasih dan maaf.”

Orang menyebutnya bodoh, namun ia tak peduli. Dia hidup dengan caranya sendiri. Dia menunggu, namun tidak untuk diam saja. Karena itu dia memilih untuk bangkit dan belajar. Belajar untuk dewasa, dan belajar untuk mengobati luka hatinya sendiri.


oooOooo


“Min, kenapa kau melamun ?.”

Minnie nyaris terlonjak dari kursinya. Ia menoleh dari jendela yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya. Dan ia hanya tersenyum kecil saat menyadari siapa yang menepuk bahunya dan bicara kepadanya.

”Hanya mengenang masa lalu,” jawabnya cepat.

 ”dan kau tahu! Kau lama sekali datangnya, aku hampir lumutan disini.”

”Diluar hujan jadi kami meneduh dulu.” Jawabnya lalu memukul lembut bahu sang wanita.

Setelah sahabatnya dan wanita yang digantengnya duduk dengan nyaman didepannya, Minnie menanyakan hal yang sedari tadi ada dipikirannya. 

“Jadi, ada apa kau menyuruhku datang ke café ini dan menunggumu hampir 1 jam ?” Minnie bertanya dengan datar.

Dan orang yang diberi pertanyaan, hanya senyum-senyum dan menjawab, ”Ah iya, aku hampir lupa.”

Minnie hanya memandang pergerakan lelaki itu yang mengambil sebuah kertas, yang ternyata sebuah undangan. Lalu menaruhnya diatas meja tepat didepannya.

”Sebulan lagi kami menikah, jadi datanglah kepernikahan kami. Kau kan sahabatku yang paliiinggggg keren jadi kau harus datang. Ok ?,” Maul berkata sambil mengedipkan matanya kearah Minnie. 

Minnie langsung menatap Maul setelah ia membaca isi dari undangan tersebut, lalu tak lama setelah sadar dari rasa keterkejutannya, ia memukul bahu Maul dengan keras.

Buk !

Maul mengiris kesakitan, Minnie memukul bahunya cukup keras.

”Wow! aku tak menyangka lelaki yang sifatnya main-main sepertimu akan menikah secepat ini ?!.” Minnie mengatakannya dengan suara yang menggebu-gebu.

”Ish... kau ini bisa tidak, tidak memukulku! Kau tau pukulanmu sama saja dengan pukulan seorang pria,” Maul mengerucutkan bibirnya. ”Dan kecilkan suaramu, memalukan!.”

Minnie yang mendengar sahabatnya mengomel seperti itu hanya bisa tertawa terbahak-bahak sambil membekap mulutnya dengan tangannya sendiri. Setelah ia bisa meredakan tawanya, ia memandang sepasang kekasih yang duduk didepannya dengan tersenyum dengan lembut.

Minnie mencibir dengan suaranya yang pelan, saat ia mendengar Maul mengatakan tangannya seperti kuli bangunan dan tempat yang tadi dipukulnya terlihat merah bahkan membiru. 

Minnie memandang lagi kearah pasangan tersebut dan ia sangat bersyukur bahwasannya hubungan mereka baik-baik saja dan mengucapkan dalam hati. ”Aku mencintaimu sebanyak aku mengenalmu, Aku mengenalmu sebanyak aku mencintaimu.”


oooOooo

-END-

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar