Juli merupakan awal musim panas.
Setiap tahun, periode itu
berputar satu per satu, memberikan ciri khas dan warna. Musim hujan dengan
suasana yang dingin, dan musim panas dengan terik matahari yang menyengat. Musim
selalu berganti, dan saat perpindahan itu tentu ada perbedaan tersendiri. Meskipun
datangnya tidak terduga, seperti itulah saat ini dengan hujan dan angin, namun
dengan cahaya terik yang perlahan muncul.
Seorang wanita mendongakan kepalanya,
tertengadah menatap langit dengan mata yang menyipit menembus kaca jendela disalah
satu kursi di pojok café. Kelabu tengah berpesta, perlahan muncul menghapus
warna biru pekat dan terik matahari yang rasanya baru sebentar tadi muncul.
Fenomena yang lazim terjadi
bila pergantian musim hampir tiba. Ia menyukai waktu-waktu saat ini, saat awan
kelabu perlahan datang, mengambil kuasa atas langit yang luas dan perlahan
menutupi teriknya matahari pada siang hari. Awan yang tadinya cerah sesaat
kemudian menurunkan hujan, titik-titik airnya membasahi bumi, memberi aroma
khas yang meresap kedalam tanah.
Dan ia menyukainya.
Juli adalah panas.
Begitulah anggapannya, yang menyenangkan
baginya adalah saat aroma hujan menyentuh tanah, terasa lembab dan basah namun
juga menyenangkan. Air hujan terdengar bagai sebuah lagu baginya. Berada didalam
suasana hujan yang dingin sendirian membuat perasaannya, bukannya tidak nyaman
melainkan karena momen itu terlalu sayang untuk dilewatkan.
Ia hanya duduk memandang kaca
disebelahnya dengan pandangan kosong, baginya ada bagian dari tubuhnya yang
merasa sakit, karena juli adalah kenangan.
Kilasan masa lalu tergambar perlahan di
pelupuk mata, berbayang, namun ia masih ingat persis meskipun sudah
bertahun-tahun terlewati, ia tak pernah menghitung sudah berapa lama waktu
terlewat setelah kejadian itu, karena baginya lebih baik tidak menghitung jika
itu hanya akan membuatnya kembali tenggelam pada perasaan frustasi. Namun, yah
entah kenapa tubuhnya, dan pikirannya masih teringat jelas.
5 tahun bukanlah waktu yang sebentar
untuk melupakan kejadian itu, kejadian dimana saat ia masih duduk dibangku SMA dan
ia harus memilih antara persahabatan dengan percintaannya. Saat itu sangatlah
memalukan baginya, karena awal juli ia menyatakan cinta kepada cinta pertamanya
yang sudah dipendamnya selama 6 tahun.
Saat itu ia menyadari bahwa ada yang
harus dia katakan. Dia tak bergitu yakin apa yang sebenarnya ia inginkan, namun
yang ada dalam pikirannya hanyalah... menyatakan !
Menyatakan perasaannya yang
sudah dipendam lama. Dia tak peduli lelaki itu menganggapnya wanita seperti
apa, apa hanya sahabat yang tak berguna, atau hanya orang lewat yang tak pernah
dianggap keberadaannya, atau bahkan manusia menjijikkan yang tak pantas untuk
ditanggapi.
Namun wanita itu berkata dalam hati,
baginya kalau tidak sekarang kapan lagi. Betapapun lelaki itu hanya
menganggapnya sahabat baik, tapi perasaannya terhadap lelaki itu sudah tak terbendung
lagi.
Meskipun akhirnya dia ditolak... ya ?
Ditolak
!
Bahkan begitu sedikitnya kata-kata yang
lelaki itu ucapkan sampai akhir, hanya empat kata, hanya ”Terima kasih dan maaf.”
Orang menyebutnya bodoh, namun ia tak
peduli. Dia hidup dengan caranya sendiri. Dia menunggu, namun tidak untuk diam
saja. Karena itu dia memilih untuk
bangkit dan belajar. Belajar untuk dewasa, dan belajar untuk mengobati luka
hatinya sendiri.
oooOooo
“Min, kenapa kau melamun ?.”
Minnie nyaris terlonjak dari kursinya. Ia
menoleh dari jendela yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya. Dan ia hanya
tersenyum kecil saat menyadari siapa yang menepuk bahunya dan bicara kepadanya.
”Hanya mengenang masa lalu,” jawabnya
cepat.
”dan
kau tahu! Kau lama sekali datangnya, aku hampir lumutan disini.”
”Diluar hujan jadi kami
meneduh dulu.” Jawabnya lalu memukul lembut bahu sang wanita.
Setelah sahabatnya dan
wanita yang digantengnya duduk dengan nyaman didepannya, Minnie menanyakan hal
yang sedari tadi ada dipikirannya.
“Jadi, ada apa kau menyuruhku datang ke café
ini dan menunggumu hampir 1 jam ?” Minnie bertanya dengan datar.
Dan orang yang diberi pertanyaan, hanya senyum-senyum dan menjawab, ”Ah iya, aku hampir lupa.”
Minnie hanya memandang
pergerakan lelaki itu yang mengambil sebuah kertas, yang ternyata sebuah undangan.
Lalu menaruhnya diatas meja tepat didepannya.
”Sebulan lagi kami menikah, jadi
datanglah kepernikahan kami. Kau kan sahabatku yang paliiinggggg keren jadi kau
harus datang. Ok ?,” Maul berkata sambil mengedipkan matanya kearah Minnie.
Minnie langsung menatap Maul setelah ia
membaca isi dari undangan tersebut, lalu tak lama setelah sadar dari rasa
keterkejutannya, ia memukul bahu Maul dengan keras.
Buk
!
Maul mengiris kesakitan, Minnie memukul
bahunya cukup keras.
”Wow! aku tak menyangka lelaki yang sifatnya
main-main sepertimu akan menikah secepat ini ?!.” Minnie mengatakannya dengan
suara yang menggebu-gebu.
”Ish... kau ini bisa tidak, tidak
memukulku! Kau tau pukulanmu sama saja dengan pukulan seorang pria,” Maul
mengerucutkan bibirnya. ”Dan kecilkan suaramu, memalukan!.”
Minnie yang mendengar sahabatnya
mengomel seperti itu hanya bisa tertawa terbahak-bahak sambil membekap mulutnya
dengan tangannya sendiri. Setelah ia bisa meredakan tawanya, ia memandang
sepasang kekasih yang duduk didepannya dengan tersenyum dengan lembut.
Minnie mencibir dengan suaranya yang
pelan, saat ia mendengar Maul mengatakan tangannya seperti kuli bangunan dan
tempat yang tadi dipukulnya terlihat merah bahkan membiru.
Minnie memandang lagi kearah pasangan
tersebut dan ia sangat bersyukur bahwasannya hubungan mereka baik-baik saja dan
mengucapkan dalam hati. ”Aku mencintaimu
sebanyak aku mengenalmu, Aku mengenalmu sebanyak aku mencintaimu.”
oooOooo
-END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar